menyongsong kematian
MENYONGSONG KEMATIAN
Oleh: Hamzah
Catatan kecil ini saya tulis, karena dua hal. Pertama, berkaitan dengan maraknya terjadi peristiwa kematian akhir-akhir ini. Terutama sejak masa pandemi Covid-19.
Kedua, berharap peristiwa kematian, dijadikan sebagai 'peringatan' untuk berbenah amal.
Kakak saya, Harjuna Haruna di Makassar, kemarin Sabtu, 8 Agustus 2020, memposting di laman fesbuknya tentang berita duka atas meninggalnya seorang teman, sekaligus tetangga dekat. Tentu saja saya sedih dan berduka. Seketika saya bacakan surah al-Fatihah dan doa secukupnya. Semoga beliau yang baik dan perhatian, diampuni dan dimasukkan ke dalam Surga-Nya.
Berita kematian datang silih berganti di media-media sosial. Entah yang meninggal adalah tokoh penting, guru kita, teman, bahkan kekuarga tercinta sekalipum. Baik yang tinggal jauh, maupun dekat.
Ini merupakan momen penuh duka-cita. Menyita kesadaean kita tentang perpisahan, kesedihan dan nestapa.
Bahkan peristiwa kematian yang tergolong ketat ini, oleh salah seorang teman, menulis di laman blognya sebagai "tahun duka cita". Salah satu tahun duka-cita yang dialamatkan kepada Rasulullah saw. pasca mengalami kematian sejumlah orang yang dicintai.
Kematian yang dialami banyak orang akhir-akhir ini, bukanlah peristiwa luar biasa. Sebab kematian merupakan peristiwa yang pasti dan mutlak kejadiannya. Siapa, waktu dan tempat serta sebabnya, sudah diatur oleh Allah swt.
Peristiwa kematian yang terjadi akhir-akhir ini, tentu saja dikaitkan atau disebabkan oleh virus Covid-19 yang mewabah secara global. Selain itu, kemungkinan besar disebabkan oleh trauma psikologis yang ditimbulkan Covid-19. Usia lansia dengan imun tubuh rendah serta penyakit akut yang diderita.
Namun, apapun faktornya, kematian tetap akan datang menemui orang yang sudah ditentukan.
Kepastian datangnya kematian, bahkan ketepatan waktunya, dijelaskan Allah swt. dalam surah al-A'raf ayat 34 sebagai berikut:
ولكل امة اجل فاذا جاء اجلهم لا يستاءخرون ساعة ولا
يستقدمون.
Terjemahnya: "Dan tiap-tiap umat mempunyai batas waktu, maka apabila datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkan nya barang sesaatpun dan tidak dapat memajukannya"
Seringkali kematian oleh sebagian orang, dianggapnya sebagai momok yang mengerikan. Karena itu, mereka mengalami ketakutan luar biasa. Bahkan mungkin sebagian orang yang berusaha nenghindar atau lari dari kematian. Orang seperti ini, mendapat teguran dari Allah swt. dalam surah al-Jumu'ah ayat 8 :
قل ان الموت الذى تفرون منه فانه ملاقيكم ثم تردون الى عالم الغيب والشهادة فينبئكم بما كنتم تعملون.
Terjemahnya: "Katakanlah sesungguhnya kematian yang kamu lari dari padanya, maka sesungguhnya kematian akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada Allah, yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu tentang apa yang telah kamu kerjakan".
Bahkan Allah swt. menegaskan lebih keras lagi bahwa :
اينما تكونوا يدركم الموت ولو كنتم فى بروخ مشيدة... (النساء: ۷٨)
Terjemahnya: "Di manapun kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu berada dalam benteng yang tinggi lagi kokoh...
Kedatangan kematian yang pasti, juga telah dilukiskan dalam syair berikut:
الموت باب وكل الناس داخله يا ليت شعري بعد الموت ما الدار
الدار جنة خلد إن عملت بم يرضي الإله وإن قصرت فالنار.
Artinya: "Kematian adalah pintu dan setiap manusia akan masuk ke dalamnya.
Aduhai, setelah kematian di manakah kampungku.
Padahal kampung itu adalah surga yang kekal, seandainya engkau beramal
yang membuat Tuhanmu ridha, tapi jika berleha-leha maka nerakalah kampungmu"
***
Jika kematian jatah pasti setiap orang tanpa kecuali, lalu mengapa ada sebagian orang mengalami rasa takut yang teramat sangat ? Mengapa kematian dianggap sebagai peristiwa yang menakutkan dan mengerikan ?
Al-Ghazali menjelaskan dalam kitabnya "Mizan al-'Amal", sejumlah alasan mengapa sebagian orang, mengalami ketakutan menghadapi kematian.
Pertama, karena mereka ingin bersenang-senang dan menikmati hidup ini lebih lama lagi.
Kedua, mereka tidak siap berpisah dengan orang-orang yang dicintai, termasuk harta dan kekayaannya yang selama ini dikumpulkannya dengan susah payah.
Ketiga, karena mereka tidak tahu keadaan mati nanti seperti apa.
Keempat, karena mereka takut pada dosa-dosa yang selama ini mereka lakukan.
***
Sebagai manusia beriman, tentu idealnya kita mempersiapkan bekal untuk menyambut hari kematian. Tidak ada pilihan lain, kecuali menganggap kematian sebagai 'sunnatullah', sebagai sesuatu yang niscaya. Sehingga kita tidak lagi mengalami ketakutan menyongsong kematian.
Ketakutan terhadap datangnya maut, hanya dialami oleh orang-orang yang selama hidupnya, sangat mencintai kesenangan dan kelezatan dunyawiyah. Sebaliknya sangat antipati terhadap kehidupan ukhrawiyah, termasuk kematian. Inilah yang disebut dengan penyakit 'cinta dunia dan membenci kematian.
Berbeda dengan orang biasa. Kalangan sufi, menganggap kematian sebagai suatu momen yang menyenangkan. Bahkan kematian sebagai momen yang sejak lama dinanti-nantikan.
Kematian bagi kalangan sufi, merupakan momen sensasi paling dirindukan. Sebab di situlah detik-detik terindah, bertemunya sang Salik (pencari jalan Tuhan) dengan Zat yang selama ini dirindukannya. Bukankah puncak kebahagiaan tertinggi dan hakiki bagi sufi, yakni ketika tersingkapnya aeluruh hijab dan seketika mereka 'berjumpa' dengan Sang Kekasih.
Jika kita bukan sufi, tetapi orang awam saja. Mari kita bangun 'psikologi kematian' kita sendiri, paling tidak, tidak antipati terhadap kematian.
Mari menyongsong datangnya kematian dengan mempersiapkan bekal yang cukup. Sebaik-baik bekal adalah 'takwa'. Inilah 'psikologi kematian', bukan saja terbaik, tapi dapat dipastikan juga canggih, sebab dapat meloloskan manusia dari seluruh rangkaian dan sistem pemeriksaan yang rumit.
Ternate, 9/8/2020
Komentar
Posting Komentar