KHILAFAH YANG MENGHANGAT


KHILAFAH YANG MENGHANGAT
Oleh: Hamzah

Beberapa hari terakhir ini, isu tentang Khilafah kembali hangat disoal di media sosial. Terutama pasca penggerebekan salah satu madrasah dan seorang kiyai di Rembang, Jawa Timur, oleh sekelompok orang mengatasnamakan diri sebagai Banser.
Tindakan sekelompok anak muda berloreng yang terkeaan arogan dan tidak beradab ini, sontak banyak menuai kecaman dari netizen.  Termasuk istilah "tabayyun" yang dicetuskan oleh menag, ikut menjadi hangat, sebab tindakan Banser tersebut memang bukan tabayyun, tapi sudah termasuk persekusi.

Selain itu, peredaran luas film Jejak Khilafah di Nusantara di kalangan masyarakat, ditengarai menjadi pemicu memanasnya kembali isu Khilafah.  Setali tiga uang, pernyataan pakar hukum tata negara Yuzril Ihza Mahendra yang menyatakan tidak ada satu keputusan pengadilanpun menyatakan HTI sebagai Ormas terlarang, ikut menambah intensitas wacana kontroversi Khilafah.

Padahal isu Khilafah sebagai ideologi dalam konteks ke-Indonesiaan, sebenarnya sudah selesai. Tidak ada pintu dan ruang atas ideologi selain Pancasila.
Namun dalam konteks historis dan peradaban Islam, Khilafah tidak bisa dipungkiri.  Pasca wafat Rasulullah saw. isu Khilafah mulai terbangun secara kuat dan mendasar. Keempat pengganti (Khalifah atau Khala'if) yang dikenal sebagai "al-khulafa' al-rasyidun" menjadi bukti tentang adanya Khilafah. 
Penundaan pemakaman jenazah Rasulullah saw. akibat mengurus siapa pengganti (khalifah) yang akan meneruskan kepemimpinan umat dan negara, terjadi secara serius oleh sejumlah sahabat senior saat itu.  Hasil upaya politis ini kemudian melahirkan sebuah sistem Khilafah yang dikomandoi pertama oleh sahabat Abu Bakar dan seterusnya,
sampai kepada momentum dihapusnya sistem Khilafah tersebut pada masa Kemal Attatirk.

Isu buruk nan menakutkan dari wajah Khilafah, hanyalah siasat licik dari para antek sekuler dan anti Islam yang terus digencarkan.  Rezim yang antipati terhadap sistem Khilafah, menggunakan kekuasaan dan kesempatan untuk mendiskreditkan Islam sebenarnya. Ulama dan Kiyainya dipersekusi oleh buzzer peliharaan dan aparatur, pejabat elit rezim berkuasa.

Tidak hanya antek Sekuler dan anti Islam, bahkan para sarjana muslim sendiri yang sudah dicekoki berbagai fasilitas, menjadi corong dan garda utama pembenci Khilafah.  Mereka menyusun argumentasi bahwa sistem Khilafah itu tidak ada, sebab Nabi sendiri tidak pernah memerintahkan. 
Mereka yang anti Khilafsh, lupa jika "Istikhlaf",  nyata dalam al-quran, sehingga siapapun yang anti Khilafah, itu artinya mereka mengingkari ayat Allah.

Masih ingat Menko PolhukamMahfud MD yang menantang berdebat tentag ketiadaan sistemKhilafah dalam Islam ?

Padahal mereka lupa banyak hal yang mereka amalkan tapi tidak juga pernah diperintahkan Nabi.

Memang, untuk menjadi ideologi di Indonesia, Khilafah tidak memiliki akses.  Tapi ruh dan konteks sangat bahkan niscaya menjadi semangat berbangsa dan bernegara.
Spirit akidah, syariah dan akhlak yang terkandung dalam sistem Khilafah, mestinya menjadi landasan penting umat Islam. Artinya kita tetap negara Pancasila tapi implementasi nilai-nilai Khilafah menjadi juga way of life.

Jika argumentasi atau dalil yang dikemukakan oleh para penganti Khilafah, terus dihembuskan, maka keributan diyakini tidak akan selesai.  Bagaimana mungkin jati diri umat Islam ingin dikebiri dan dipisahkan dari jiwa mereka.

Karena itu biarkan warga negara dan bangsa ini menjalankan hak dan kewajibannya, tapi jangan coba pisahkan mereka dari ajaran agama dan sejarah tamaddun mereka.[]

Ternate, 23/8/2020

Komentar

Postingan Populer