SINKRONISASI UCAPAN DAN PERBUATAN

SINKRONISASI UCAPAN DAN PERBUATAN
Oleh: Hamzah

   Masih ingat lirik lagu lawas di bawah ini ?

"Memang lidah tak bertulang
tak berbekas kata-kata
Tinggi gunung seribu janji
lain di bibir lain di hati".

   Lirik lagu tersebut intinya adalah terjadi gap antara ucapan dan perbuatan.

   Memang, menyatukan kata dengan perbuatan, bukan pekerjaan mudah.  Ia terkait dengan komitmen, integritas dan kultur seseorang.

   Dalam tradisi orang-orang Bugis zaman dulu, satunya kata dengan perbuatan merupakan mata pelajaran pokok dan fundamental dalam keluarga sejak usia dini.

   Ia diajarkan orang tua bersamaan dengan mengaji al-Qur'an secara ketat dan keras.  Tidak tanggung-tanggung seorang orang tua menghukum keras anaknya jika ketahuan berbohong.

   Mengapa satunya kata dengan perbuatan, sebegitu ketat dan penting ?

   Karena oeang-orang tua dulu memegang ketat falsafah "hanya dengan ucapanlah kita menjadi manusia".  Artinya, setiap ucapan wajib seia sekata dengan perbuatan. Wajib ucapan tersebut tersinkronisasi dengan perbuatan.

   Orang yang tidak memiliki kemampuan menyatukan kata dengan perbuatannya, oleh masyarakat Bugis dulu menyebutnya dengan terminologi "pajo-pajo", yakni orang-orangan yang dibuat semirip mungkin wujudnya dengan manusia.

   Falsafah di atas sebenarnya adalah derivasi dari pesan moral al-Quran dalam surat al-Shaf ayat 3:
كبر مقتا عند الله ان تقولوا ما لا تفعلون.

"Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang kamu tidak kerjakan".
***

   Bagaimana dengan keadaan sekarang ?  Apakah pelajaran karakter satunya kata dengan perbuatan masih seketat dulu ?

   Tentu saja masih eksis, tapi sudah tidak seketat dulu.  Mengapa ?  Banyak faktor !

   Pertama, rapuhnya nilai-nilai keberagamaan.  Ajaran agama terkadang hanya menjadi simbol semata.  Ia kadangkala menjadi alat bagi popularitas seseorang.

   Kedua, kendornya penanaman nilai-nilai satunya kata dengan perbuatan.

   Di zaman semoderen saat ini, budaya asing merasuk ke mana-mana dengan mudah.  Berpengaruh kuat bagi sendi-sendi kehidupan masyarakat.

   Ketiga, anggapan tentang satunya kata dengan petbuatan, sudah tidak relevan.

   Hal ini karena semakin pudarnya komitmen tenrang ajaran moral.  Terkadang seseorang untuk mencapai tujuannya, ia butuh mengumbar janji atau berbohong.  Isu ini terbukti jika menjelang Pilkada.

   Sebsgai umat beragama dan hidup dalam tradisi religiusitas yang kental, seyogiyanya kita tetap menjunjung tinggi falsafah "satunya kata dengan perbuatan".  Semoga kita dibimbing Allah menjadi orang-orang yang berkomitmen dan selalu melakukan sinkronisasi ucapan dan perbuata.[]

Ternate, 31/8/2020
   

Komentar

Postingan Populer