BELAJAR OPTIMIS DAN SABAR

Oleh: Hamzah

 

Tulisan ini merupakan rekaman kegiatan memancing, persis setahun lalu, September 2019.   Saya tuliskan karena di dalamnya, menurut saya terdapat ‘ibrah yang cukup baikdijadikan inspirasi.

Dalam satu kegiatan mancing mingguan, seperti biasanya kami berangkat bersama ke spot mancing di sekitar pulau Hiri, salah satu pulau agak kecil bersebelahan dengan pulau Ternate. 

Belakangan ini perairan sekitar Hiri cukup menjanjikan. Pada Sabtu 14 September 2019 kami hanya berdua  bersama pak doktor H. Wardah meninggalkan rumah berkumpul di kelurahan Toboleu, menuju pelabuhan penyeberangan Sulamadaha ke pulau Hiri, kota Ternate. 

Mengendarai mobil pribadi, kami meluncur dengan santai.  Setiba di pelabuhan kecil dan agak sepi, beberapa menit sebelum teman penjemput sekaligus pengantar mancing, pak Usman, orang Morotai yang kawin dengan perempuan desa  Faudu Hiri datang, seperti biasanya kami berdua menyempatkan mengobrol ringan dan santai seputar isu-isu mancing dan joke-joke yang tidak jarang membuat kami berdua tertawa terpingkal dan tentu saja merasa bahagia.  Karena kami berdua bukan perokok, maka kami biasanya hanya menenggak sesekali air mineral botol sedang seraya menunggu perahu penjemput datang.  

Tak lama berselang,  perahu datang menjemput. Kamipun sudah di atas perahu berukuran sedang dan sudah agak tua bermesin ganda Yamaha 40 dan 15 PK milik pak Wardah, melaju perlahan ke arah spot menyusuri pinggiran sebelah selatan pulau Hiri.  

Berselang sekra 30 menit kami sudah tiba di spot dan memulai kegiatan memancing.  Tentu saja sebelumnya kami secara sendiri-sendiri, memanjatkan doa berharap keselamatan dan tangkapan yang melimpah.  

Beberapa menit memancing dan belum berhasil strike satupun.  Pak Usman tiba-tiba meminta pamit untuk menemui seorang tamu di rumahnya yang baru saja memang terdenganr saling menjawab suara di ujung telepon selularnya. 

Setelah kami mengantar beliau ke tempat berlabuhnya perahu penduduk  desa Faudu, kami kembali ke spot melanjutkan kegiatan memancing.

  Menjelang Magrib, kami berdua hanya mendapat strike sebanyak 6 ekor ikan sedang dan kecil, empat ekor untuk pak Wardah dan dua ekor untuk saya, ikan berjenis kerapu (goropa) berberat sekitar kurang dari sekilogram dan ikan Ruby Snapper (bai) dengan berat kurang lebih sama.  

Dari menjelang Magrib sampai benar-benar cahaya matahari mulai redup pertanda ia segera kembali ke peraduannya. Di sela-sela temaram cahaya redup sang mentari bercampur warna kemerahan. sekumpulan burung laut nyaris tidak pernah berhenti menunggu kapan saatnya gerombolan ikan kecil muncul ke permukaan dan sekawanan burung laut tersebut melakukan manuver untuk menangkap buruannya.  

Namun sampai dengan hari telah benar-benar gelap, tak sekalipun sekawanan burung laut tersebut memperoleh peluang, meskipun burung-burung laut tersebut tidak pernah surut dan menjauh dari lokasi tempat kami memancing dengan jarak sekira sekilometer dari sisi sebelah selatan pulau Hiri.

            Menyaksikan keadaan tersebut, saya lalu merenung dan bertafakur, betapa burung-burung laut tersebut memiliki etos kerja yang luar biasa tingginya dan kesabaran menunggu buruan yang luar biasa sabarnya.  

Meski menunggu berjam-jam dan tak sekalipun memperoleh kesempatan menangkap ikan buruan, akan tetapi burung-burung laut tersebut tidak pernah surut.  Mereka tetap dengan formasi khas burung, dengan sabar dan penuh antusias menunggu dan menunggu.  

Sampai dengan sinar matahari telah sirna berganti kegelapan pertanda datangnya awal malam, mereka sama sekali tidak memperoleh buruan  apapun. 

Pergantian siang dan malam (ikhtilaf al-lail wa al-nahar) dan kerja keras serta kesabaran burung-burung laut, tiba-tiba membuat saya tersadarkan betapa semua ini mengandungi ‘ibrah  yang mendalam.  

Dari sinilah saya merenung betapa sabar dan kerasnya mereka mencari makan buat mengisi perutnya.  Saya lalu bergumam, boleh jadi dari sejak pagi sampai senja ini, kemungkinan sekawanan burung tersebut belum juga memperoleh seekor ikan buruanpun.  Pasti mereka sudah lapar. 

Bahkan jangan-jangan sejak dari kemarin juga mengalami keadaan yang sama, atau hari-hari sebelumnya.  Inilah hikmah yang saya bisa petik dari mahkluk ciptaan Allah ini yang sepanjang hari-hari mereka lalui dengan penuh optimisme dan kesabaran. 

Meski dengan penuh keterbatasan sebagai burung, tetapi mereka tetap bekerja keras dan bersabar untuk sekedar mencari rezeki  mengisi perutnya  demi kelanjutan (survive) hidup mereka.  

Bagaimana dengan kita yang memiliki banyak fasilitas dan akal pikiran ? Inilah yang biasa saya menyebutnya sebagai “Kuliah Lapangan” yang sejatinya bagi saya, kegiatan ini tidak tok memancing, tetapi selalu mengambil pelajaran mendalam, penuh filosofis dan spiritualitas dari segala fenomena yang terbentang di alam raya ini, khususnya laut yang saya pernah temui. 

Bagi saya, inilah kuliah yang teramat penting dan mendalam.  Jadi bukan mancingnya sebagai sebuah penyaluran nafsu dan hobi an sich, tetapi di balik itu ada selaksa makna mendalam dan tak pernah selesai, terutama ke-Mahabesaran Allah yang patut dibaca dan direnungi.[]

 

Ternate, 13/9/2020

 

Komentar

Postingan Populer